Jumat, 29 April 2016

HUKUM ADAT DI INDONESIA



Hukum adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Lingkungan Hukum Adat
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
  2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
    1. Tanah Gayo (Gayo lueus)
    2. Tanah Alas
    3. Tanah Batak (Tapanuli)
      1. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
      2. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
      3. Nias (Nias Selatan)
  3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
  4. Mentawai (Orang Pagai)
  5. Sumatera Selatan
    1. Bengkulu (Renjang)
    2. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
    3. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
    4. Jambi (Batin dan Penghulu)
    5. Enggano
  6. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
  7. Bangka dan Belitung
  8. kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
  9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)
  10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
  11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
  12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
  13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
  14. Irian
  15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
  16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
  17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
  18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
  19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)[8]
Penegak hukum adat
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
  1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
  2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
  3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus salah satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, di mana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau perangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut.
Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam penjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
  1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
  2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
  3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam praktiknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Ditinjau secara preskripsi (di mana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
Contoh Kasus :

Dua Suku di Papua Saling Serang Pakai Panah, Satu Terluka

Senin, 28 September 2015 - 16:47 wib
Saling serang antar-dua kelompok warga hari ini terjadi di Distrik Kwamki Lama, Mimika, Papua. Perang antara dua suku yang menggunakan senjata tradisional busur panah berhasil diredam petugas Polres Mimika.
Kejadian bentrok bermula ketika kedua suku Distrik Kwamki Lama sedang dalam proses pembayaran ganti rugi atau denda adat. Proses ganti rugi ini dilakukan oleh pihak atas dari keluarga WM kepada pihak bawah dari keluarga KM. Proses ganti rugi ini terkait dengan kasus perselingkuhan.
Namun suasana yang tenang tiba-tiba berlangsung panas, di mana salah satu oknum berinisial AS dari keluarga KM sebagai pihak bawah atau korban perselingkuhan tiba-tiba mengangkat panah dan kemudian mengarahkan kepada massa dari warga pihak atas atau pelaku perselingkuhan dari keluarga WM.
Situasi kemudian gaduh sehingga menimbulkan adanya kemarahan dan emosi dari suku pihak atas kepada pihak bawah. Kedua suku lantas mengangkat senjata tradisional. Massa kedua kelompok terus-menerus melepaskan anak panah ke sasarannya masing-masing.
Beruntung perang antara kedua suku tidak melebar, di mana petugas kepolisian berada di lokasi saat kejadian dan membendung aksi kedua kelompok yang sudah terlanjur bentrok. Satu peleton Dalmas diterjunkan ke lokasi guna menghentikan aksi saling serang dua kelompok warga tersebut.
Dalam menangani bentrok yang terjadi, petugas sempat beberapa kali kewalahan dan akhirnya mengeluarkan tembakan peringatan disertai pelontar gas air mata. Berselang sekitar 20 menit kemudian, akhirnya massa dari kedua kelompok berhasil ditenangkan.
Petugas mencoba melakukan komunikasi terhadap kedua suku dan akhirnya bisa menenangkan massa. Mereka akhirnya kembali ke tempat masing-masing namun masih saling berjaga-jaga.
Aparat hingga kini masih menjaga ketat lokasi bentrokan. Mengantisipasi adanya bentrok susulan mengingat salah seorang anggota suku dari pihak atas terkena panah pada bagian paha kanan.
Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Mimika, Kompol A Korowa menjelaskan, bentrokan bermula dari penyelesaian kasus perselingkuhan. Di mana pihak atas atau pihak istri dari keluarga WM harus mengganti rugi dengan membayar denda adat kepada pihak bawah atau pihak suami dari keluarga KM. Sehingga dari situlah diadakan prosesi bayar denda adat, dengan tuntutan denda adat sebesar Rp30 juta dan enam ekor babi.
"Tadi sudah terkumpul sesuai yang diinginkan pihak bawah, tetapi ada lagi yang mau mencoba provokasi dan tidak menginginkan situasi ini aman," terang Korowa, Senin (28/9/2015)..

SUMBER
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat (14 :48 - 14: 55 29/04/2016)-

ANALISIS
Dilihat dari kasus antar suku diatas timbul dikarenakan beberapa faktor seperti sektor pendidikan yang tak berjalan baik, Ibaratnya jika tingkat pendidikan baik maka masyarakat tak mudah terpengaruh oleh rayuan provokator sehingga tak mudah timbul konflik. Dan penduduk yang tidak menuruti ketua adat, dalam kasus tersebut kedua belah pihak keluarga sudah ada niat bermusyawara yang baik dan berdamai akan tetapi kerabat dari salah satu keluarga yang tiba-tiba memanah kepada keluarga lawan. Sikap pemerintah terhadap konflik yang terjadi Adanya konflik di Papua yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir telah menimbulkan kerugian di masyarakat. Konflik yang terjadi seharusnya dapat terselesaikan dengan baik agar tidak terulang lagi di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar